ayam atau bebek

Sebuah kisah menginspirasi karya Ajahn Brahm yang dituangkan dalam bukunya si Cacing dan Kotoran Kesayangannya. Kisah ini menggambarkan betapa seringkali kita dalam hidup larut dalam perdebatan yang tidak penting. Sedangkan disaat yang bersamaan seharusnya perdebatan itu bisa berganti menjadi dialog yang romantis dan penuh kasih sayang.

Berikut kisahnya mungkin dengan bahasa yang berbeda namun tidak mengurangi isi dari cerita Ajahn Brahm yang sesungguhnya.

Sepasang pengantin baru yang masih menikmati bulan madu yang mesra dan harmonis tengah menikmati suasana malam yang indah diterangi remang cahaya bulan. Tiba-tiba terdengar suara “Kuek! kuek!” tak jauh dari tempat mereka.

“Dengar,” kata si istri, “Itu pasti suara ayam”

“Bukan, bukan sayang, itu pasti suara bebek”

“Aku yakin sekali itu pasti suara ayam.” istrinya semakin yakin.

Suami pun semakin yakin dan mulai gusar, “Itu pasti suara bebek, kalau ayam itu kukuruyuk, bukan kuek! kuek!

Suara di kejauhan pun terdengar lagi, “Kuek! Kuek!

“Kau dengar kan, itu suara bebek!” si suami mulai keras.

“Itu suara ayam sayang, aku yakin sekali, itu ayam”

“Kau dengar ya, itu b-e-b-e-k! BEBEK! Tidak ada suara ayam seperti itu” selanjutnya sang suami mulai memaki dengan kata-kata yang tak semestinya.

Istrinya mulai menangis, “Tetapi itu ayam…”

 

Ayam atau Bebek dalam Perdebatan ‘Tak Penting’

Disinilah kepiawaian seorang Ajahn Brahm meramu kisah yang menginspirasi. Dengan latar sederhana, namun menghadirkan pesan yang dalam dan begitu melekat dalam keseharian. Ia tidak hanya bisa dinikmati oleh sekelompok orang saja, namun lintas agama, sosial, dan bangsa.

Kisah selanjutnya sebaiknya Anda baca sampai tuntas berikut ini:

Kemudian si suami melihat air mata yang mulai membasahi pipi istri yang begitu dicintainya itu dan mulai mengingatkannya kenapa dia menikahinya dan ia pun melembut dan berkata dengan mesra kepada istrinya, “Ya sayang, kamu benar, benar sekali, itu suara ayam…”

Istrinya kemudian menggenggam tangan suaminya dengan penuh kemesraan dan berkata,”Terima kasih, Sayang”

“Kuek! Kuek!” Suara itu masih saja terdengar meski makin menjauh diiringi saling pandang dan senyum kemesraan pasangan pengantin baru itu.

Maksud dari cerita si suami akhirnya sadar adalah seberapa pentingnya sih apakah itu ayam atau bebek, yang terpenting adalah keharmonisan hubungan mereka, yang terpenting adalah cintanya pada istrinya, yang terpenting adalah mereka harus menikmati keindahan pernikahan mereka.

Sadarkah kita terkadang rumah tangga kita diisi perselisihan ayam atau bebek, tidak penting tetapi dapat menghancurkan rumah tangga. Hiduplah dengan prioritas rumah tangga kita, bukan mencari benar atau salah antara ayam atau bebek.

Lagi pula terkadang keyakinan yang kita anggap seratus persen betul bisa saja salah, contohnya ayam atau bebek di atas, bisa saja memang ayam seperti kata si istri namun mengalami mutasi genetik karena perkawinannya dengan bebek, misalnya 😉

Sumber: Disarikan dari kisah Ajahn Brahm dalam si Cacing dan Kotoran Kesayangannya.